[ cerpen] Laura




Ketimbang nonton TV Aku menjauhkan diri dari Ibu dan Kakak yang lagi asik nonton komedi. Malam ini Aku lagi kesepian. Emm... Maksudku, sama sekali enggak ada inspirasi yang menyangkut. Ayolah... Aku ingin  sesuatu yang bisa aku lakukan. Seperti menulis. Itu yang Aku inginkan.

Ah, Aku lupa menyadari bahwa sebetulnya Aku sedang jatuh cinta. Mugkin ini bisa jadi bahan menulis. Terimakasih atas rasa cinta sehingga Aku bisa berbuat sesuatu. 
Aku jatuh cinta pada perempuan (tentunya). Aku terpikat pada teman masa kecilku yang lama hilang (bukanya selama ini aku yang pergi?) dan baru bertemu beberapa kali. Namun, sudah banyak perbincangan yang membuat kami saling menyindir. Tapi bisa saja tahap ini aku langsung memudarkan perasaan jika ada hal yang membuat perasaan mengganjal. Kejutan yang tiba-tiba muncul setelah Aku baru menyadari. Oh ternyata? Kalo sudah begini, Aku akan mengambil lagi perasaanku. Aku pria macam begitu. Lalu akhirnya kusimpan nanti lagi untuk perempuan yang disana. Hai? Tunggu Abang ya?

Aku duduk di kursi sofa yang nyaman. Warnanya seperti apel malang. Bapaku baru saja beli. Aku juga lega akhirnya bapak beli kursi sofa yang baru. Sebelum diganti kursi yang sebelumnya mengganggu pemandangan ruang tamu. Nah, sekarang lebih sedap dan nyaman. Aku jadi keseringan duduk disini. Paling enak bersama laptop dan ditemani white coffe. Tunggu, aku tadi sedang jatuh cinta. Jadi aku berniat lanjutkan cerita. Sebentar ya, aku sesap kopi dulu agar terjaga. Sebab aku baru tidur jam tiga pagi dan siangnya tidak sempet tidur pula. Hmm... Baik, kita mulai lagi.

Bagaimanpun aku telah kesepian telah lama sejak kekasihku meninggalkan dengan alasan yang konyol. Delapanbelas bulan yang lalu. Kira-kira begitu, delapanbelas bulan juga aku sendiri. Menyandang sebagai pria tanpa kekasih. Sekarang Aku berniat menembak perempuan itu, oh ya, namanya Laura. Dan melupakan yang sudah berupa debu kenangan. Kali ini aku sudah memantapkan untuk menyatakan perasaanku.

“Aku suka kamu, Laura” kataku padanya. Ditepian dermaga saat senja tiba aku mulai menyatakan. Dadaku berdesir, nafasku tertahan, “Ijinkan aku bersamamu. Aku, aku sayang kamu.” Aku hempaskan pelan. Sebuah kelegaan besar.
Laura terdiam beberapa detik. Kepalanya sedikit menunduk. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai oleh angin dari laut. Kemudian jari lentiknya membetulkan dan meletakan diatas telinga. Meski gagal, ia melakukan berulang-ulang. Sepertinya angin mencoba menggoda. Kenyataanya, ia tersenyum, memandang dan mematap balik mataku. Setelah membenarkan duduknya ia siap menyampaikan keputusannya.
‘’Maafkan aku, Lutfi. Aku telah jatuh hati pada pria lain. Yang selama ini aku baru bersamanya. Aku tidak bisa. Dan maaf juga aku belum cerita soal ini.” Laura kembali ketatapan semula. Lalu berdiri dan pergi meninggalkanku. Sementara Aku coba menenangkan dan melapangkan keputusanya.

Senja telah berganti malam. Matahari telah pergi ke belahan bumi lain. Langit tampak gelap, gumpalan awan hitam bergerak cepat. Tak lama hujan. Seolah mengerti akan perasaanku. Bintang tak jadi menyinari keindahan apa yang aku harapkan. Aku larut.

Malam telah tersisir pagi. Semua telah terlewati begitu cepat.

Aku terbangun dari tidur. Kembali duduk di sofa hijau apel. Mencoba melanjutkan cerita semalam yang tertunda. Sebelahnya handphone berdering. New message from Laura, aku membuka pesan; Selamat Pagi, Sayang?

Comments

Popular posts from this blog

Tresno Joyo

Ringkas Saja Ngomongin Proses Pembuatan Film

Cerita Kalabahu 41: Lantangkan Suara