Sarapan di Jalan Ki Mangunsarkoro, Semarang
Pagi ini saya di Semarang. Suasanya dingin. Tapi nanti siang
kata abang tukang becak, akan panas. Sejauh memandang Semarang masih adem-adem
saja. Well, selamat datang dikota Semarang. Saya ucapkan untuk diri saya
sendiri(ketawa). Penyambutan yang kurang baik sebetulnya, karena saya tidur di
stasiun. Betapa malangnya saya ini; kedinginan, tidurnya keras, ah, apalagi
bisingnya kereta. Nyamuknya juga nakal-nakal. Yaya... mimpi apa tiba disemarang
belajar hidup backpacker gini.
Setengah enam duduk di parkiran, mungkin tampilanku menarik,
abang tukang becak menawari tumpangan. Sebelum naik aku ngobrol soal IbuKota Jawa
Tengah. Wah enggak kelar-kelar. Panjang ceritanya.
Dari stasiun Poncol saya naik becak. Puter-puter keliling Semarang
naik becak, pagi lagi. Wehm... tambah dingin. Dari stasiun ke jalan Ki Mangunsarkoro
lalu Simpang Lima. Sebelum jalan ki mangunsarkoro ada banyak jalan yang
dilalui. Saya lupa. Seingat saya Cuma jam enam pagi, semarang sangat memesona.
Udaranya masih bersih, jalanan juga belum rame. Anak sekolah kayaknya baru
mandi, karena belum nampak sama sekali pergerakanya. Kecuali di stasiun tadi,
orang-orang udah mulai aktivitas di stasiun poncol. Udah kelilingnya Cuma
kesitu aja dulu. Karna masih terlalu asing, takut kesasar juga entar gimana
jalan pulangnya? Mending duduk sarapan, perut sedang tak bisa kompromi.
Tatkala sedang
menikmati jalanan Ki Mangunkoro saya melihat anak sekolah sedang sarapan di warung
gerobak. Saya lalu tertarik dan menghampirinya. Benar saja. Mereka sedang
sarapan. Ada juga lelaki paruhbaya sedang makan gorengan. Saya duduk dan menaruh
ransel disampingnya. Nasi bungkus kertas minyak tertulis disana berbagai macam
varian; nasi rames, teri, baso. Aneka menu nasi tadi membuat saya bingung.
Seorang siswi SMK 17 Agustus 1945 juga baru duduk. Dia memesan kopi hitam. Saya
diam sebentar mengamati dan merasa aneh pada siswi disampingku. Lalu dia
mengambil bungkusan nasi bertuliskan nasi baso. Dia membuka, saya mengintip,
ternyata isinya tongseng kacang dan potongan baso. Sepertinya enak. Saya
mengambil nasi sama seperti bocah yang rada aneh karena sarapan pake kopi
hitam. Jarang-jarang sekali. Biarlah bocah ini menikmati apa yang dia inginkan,
toh, itu selera mereka. Kemudian saya memesan teh anget. Semalam Saya kedingingan
sekali tidur di stasiun. MInum segelas teh anget adalah kenikmatan tiada tara.
Ah, nikmatMU sungguh indah.
Ternyata tempat makan ini rame, selesai makan, banyak
bergiliran untuk sarapan. Anak sekolah tadi sudah pergi menuntut ilmu. Gantian
para bapak-bapak atau mas-mas kantoran yang sarapan. Tak jarang turun dari
mobil untuk sarapan disini. Laris manis tanjung kimpul, haha... tepatnya gampang kok. Jalan Ki Mangunsarkoro,
depan kopri—area stadion Diponegoro—tentunya di Semarang. Meski kecil, tapi komplit. Dan rasanya,
uh, menurut saya enak. Tur, murah.
Sudah jam setengah delapan, saya harus melanjutkan perjalanan.
Sarapan sini nih. Mantap!
#Sedang mencarimu. Sebelah timur Simpanglima, Semarang.
#Sedang mencarimu. Sebelah timur Simpanglima, Semarang.
Comments
Post a Comment