Dear; Rekan kerja


  Tau deh, sewaktu menulis saya lekatkan lebih dulu dengan judul ‘Antara Teman dan Jualan Online Miliknya’. Setelah saya baca tentang artikel cara membuat judul yang baik maka saya putuskan nanti saja memberi judulnya. Tepat selesai nulis. Artikel itu entah benar atau tidak, tapi tulisan ini saya terapkan sesuai artikel. Judul itupun akhirnya lenyap dengan dorongan jari tepat diatas tombol delete.

Kemudian saya memulainya soal waktu. Seperti tulisan-tulisan hikayat, cerita rakyat, atau novel tahun 90-an yang kaya kental akan waktu; senja berarak hitam, mendung akan segera tiba, secercah cahaya mulai bersinar, malam bertukar dengan pagi dan lain-lain yang jika saya tuliskan dengan tambahan pemanis mungkin takan pernah selesai. Bisa saja waktu dipersonifikasi, hiperbola, ironi, sampai waktu dijadikan bahan gila oleh manusia pun takan pernah selesai. Namun sekarang mengawali dengan waktu adalah hal yang sudah kuno. Edi ahyubeni pernah mengatakan hal itu. Menulis adalah hal yang dinamis. Saya main langsung, akhirnya.

Sudut pandang yang bagaimana yang saya alami merupakan penulisan yang mudah karena rata-rata saya telah alami lebih dulu ketimbang menghayal atau berimajinasi. Saya tahu banyak hal, kalian juga demikian setelah saya menuliskan atau bercerita dan mau membaca atau mendengarkan  . Kalo tidak, berarti, saya saja yang tahu.
Kalo begitu mari membaca tulisan saya, ini seperti saya sedang bercerita di hadapan kalian. Kita duduk melingkar dan secangkir kopi telah siap didepan masing-masing untuk sesap. Bagi perokok, sila kalian sulutkan. Tapi jangan lupa asapnya kalian tepikan. Tidak apa-apa, asal tidak sibuk dengan ponselnya. Saya tidak suka benda itu. Hanya waktu tertentu dan jika ada hal penting saja. Kalian perlu tahu bahwa manusia, tertutama di Indonesia, sebagian besar menghabiskan waktu dengan benda itu. Lebih baik membaca buku. Membaca tentang agama? Ide yang bagus. Asal diluar setelah itu kita tidak boleh jadi fanatik; bawa saja pengetahuan agama kita dengan santai.

Kalian tahu? Kalian adalah temanku. Maksud saya sebagian temen dari teman-teman yang lain; yang tidak berada disini. Tentu ini merupakan cerita dari teman-teman lain. Bukan teman-teman disini. Jika iya teman saya yang saya ceritakan disini, baguslah. Saya jadi tidak membicarakan kalian dibelakang. Dosa besar! Agama kita melarang, bukan? Tapi memang bukan cerita yang amat buruk. Ini hanya cerita saya, heg! maksudnya cerita dari saya untuk kalian; maksud saya demikian.

Ketidak-enakan terhadap kalian, sebagai teman, mungkin itu alasan yang selama ini menjadi presentase terbesar jika di hitung. Selebihnya sebagian. Kita berteman; menjalani sebagai teman merupakan hal yang terbaik untuk mengusir kesendirian. Berteman juga alasan adanya sebuah cerita ini yang coba saya tuliskan, eh, ceritakan!

Begini,awalnya saya hanya ingin mendengarkan cerita kalian. Tepat seperti ini, kalian mendengarkan cerita saya. seperti ilmu dasar komunikasi. Adanya tanya-jawab. Saya mengajukan pertanyaan; lalu dijawab. Bukan seperti pakem dalam wawancara, seperti obrolan biasa, lha, memang biasa. Tapi lama kelamaan pembicaraan ini membuat timbul adanya ketidak-enakan saya terhadap kalian. Saya mendukung tapi seolah-olah saya hendak mengiginkan dari bahan cerita kalian. Padahal tidak. semenjak itu saya bingung terhadap kalian. Tapi, untuk menjaga pertemanan dan kita tetep seperti ini bercerita dan mendengarkan maka saya rela sedikit mengorbankan alat tukar demi kalian; atas nama teman. Jika tidak akan malu sekali pada diri saya sendiri, juga, pada kalian jika bertemu atau tidak akan terjadinya seperti ini lagi. Muka saya mau ditaruh mana? Saya kira itu saja maksud dan tujuan penulisan, eh, cerita ini. sudah.

#Sore kala itu didalam kamar sendirian: Rekan kerja.

Comments

Popular posts from this blog

Tresno Joyo

Ringkas Saja Ngomongin Proses Pembuatan Film

Cerita Kalabahu 41: Lantangkan Suara