Sepatah Dua Kata di Hari Raya Ketupat

Ini saya lagi pura-pura bahagia.


Duh,  saya ini enggak bisa bikin kata-kata yang hati jadi terenyuh atau terharu untuk sekedar mengucapkan selamat idul fitri yang justrus orang lebih fokus pada kata-kata pengantar, ibaratnya seperti toping kismis donat atau saya menyebutnya kata-kata belibet. Seringnya seseorang akan berperilaku atau berbicara atau sedang seperti saya ini (mengetik entah untuk apa) itu tergantung dari pada bacaan apa yang seseorang sering baca atau saat ini ia sedang membaca apa? Sedangkan saya ini sedang tidak menikmati bacaan apa-apa: saya sedang sibuk menjalankan ibadah: dimulai dari sahur; sudah tidur hampir jam satu, lalu bangun pukul setengah empat. Bayangkan ketika dibangunkan sama ibuk, suara saya hanya hang-heng-ngng. Beruntung saya masih punya ibuk yang masih kuat untuk mengetuk/menggoyangkan anggota badan (kaki atau lengan tangan) saya atau ketika masih belum bangun juga. Ya sudah... ibuk kembali dan memanggil bapak saya. Bapak saya yang turun tangan. Kalo bapak sudah turun tangan, selesai! Tapi point penting nya bapak-ibuk membantu jalan saya untuk beribadah.

Jika sahur sudah tinggal mengerjakan ibadah lain. Tetapi saya tidak bisa menceritakan lagi. Namanya juga perihal ibadah, ini hanya Tuhan dan hamba yang nakal ini saja. Ada kalanya saya sebagai hamba yang sedang sendiri ini juga minta bonusan dalam ibadah. Seperti pada selesainya sholat tarawih. Saya berdoa; memohon jodoh yang paling cantik. Pernah saya berdoa begini,

‘’Ya Awloh, saat ini dan sudah lama saya jomblo tidak apa-apa asalkan jodoh saya harus yang ter... , paling tidak cantik iya, dari keturunan yang baik-baik, iya, sugih, juga, iya. Terutama akhlak dan agama yang paling penting, Gusti... eh, cerdas, juga iya Kariim... soalnya kalo cerdas bisa urus dan mendidik anak-anak saya. Gitu aja ya Awloh kriteria saya, enggak usah yang sempurna, dan jangan lama-lama ngirimnya Ya Awloh. Amien.’’

Akhirnya, doa saya selesai juga perihal permintaan jodoh. Jadi, selama bulan ramadhan saya jarang sekali baca buku. Saya paling enggak bisa baca buku sambil menahan lapar dan dahaga. Ya Cuma itu saja, ibadah. Ibadahnya salah satunya tidur, dari subuh sampe siang. Siang sampe magrib. Tidur terus. Tidur juga ibadah, kan?

Atau membuat kalimat yang seolah-seolah bersalah banget gitu, saya tidak bisa. Kebetulan, saya tidak baca buku risalah-risalah atau buku kesedihan yang mendayu-dayu. Tidak pernah. Oh saya baru ingat, pernah saya baca buku tentang perjuangan demi pendidikanya, kalo tidak salah judulnya ‘episentrum’, memang kisah dalam novel tersebut kalimatnya membuat kesetrum. Tapi sudah lama sekali saya baca buku itu. mungkin sekarang sudah digudang. Dan sekarang tidak berpengaruh apa-apa.
Apalagi? Aduh! Bikin kata-kata semacam mutiara? Serius, sejujurnya saya tidak suka kata-kata mutiara atau kalimat petikan motivator. Otak saya sudah menolak lebih dulu ketika mata tak sengaja melihat tulisan semacam itu. Banyak karangan buku semacam itu yang saat saya temui di pameran buku saya Cuma baca judulnya dan ninggalin begitu saja. Kayak perlakuan mantan dulu kepada saya. Jadi, perilaku itu juga saya terapkan pada kata-kata semacam mutiara juga. Males! Lain lagi kalo berbentuk puisi. Saya masih sudi membaca, walau enggak kuat lama dan kadang enggak ngerti itu puisi bahas apa. Soalnya, puisi masih tertolong perihal diksi, jadi saya masih peduli; samalah ya, kayak mantan yang saya masih sayang ngajak balikan, saya terima. Langsung!! Eak!

Langsung sajalah, dalam rangka kebahagian dan kemenangan di hari raya ini sekaligus barangkali sudah sifatnya manusia (termasuk saya) melakukan kesalahan; terutama kesalahan yang tidak sadari dan tanpa sengaja. Karena tidak mungkin manusia melakukan salah disengaja dan dilakukan dengan otak yang masih waras. Ada perbedaan kata jelas (makna), lho, disini; kesalahan dan salah. Mereka memiliki arti yang berbeda. Meskipun kesalahan bagian dari kata dasar ‘salah’. Kesalahan memiliki sudut/objek yang berbeda-beda bagi seseorang yang memandang dan tentu berbeda pula bagi yang mengalami. Walaupun berujung pada ‘salah’. Tergantung pada penilaian seseorang  pada kesalahan yang berujung salah. Sehingga seseorang seperti sanggup menakar sebuah kesalahan yang bermuara salah. Itu kan tugas para malaikat pencatat amal baik dan buruk. Hem...

Dari pada pusing saya bahas apa kayak seorang filosofis berat mending gitu saja ya. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1439. Taqobballahu minna waminkum shiyamana washiyamakum Allahummaj’alna minal a’idin walfaizin Mohon maaf lahir batin. Salam Opor!!


#Hari Raya Ied Fitri. 11.54 am. Sedikit Terharu.

Comments

Popular posts from this blog

Tresno Joyo

Ringkas Saja Ngomongin Proses Pembuatan Film

Cerita Kalabahu 41: Lantangkan Suara