Lo Kan (Calon) Sarjana Hukum?


Mengemban sebagai Mahasiswa Hukum bukan perkara hidup jadi tentram dan itu pelik. Percaya deh. Memang rada berlebihan sampai dibilang pelik! Tapi banyak sekali hal yang ditemui dalam sehari-hari sampai tak sadar bahwa kejadianya hanya karena kita sebagai mahasiswa hukum. Kalo kalian diberikan pertanyaan yang diajukan oleh temen, keluarga atau saudara tentang (mungkin tidak ada) kaitanya dengan hukum, kalian bakal mengekspresikan bola mata kalian bergerak bolak-balik dari kanan ke kiri sambil bibir kalian membentuk huruf ‘O’. Memikirkan jawaban yang hendak disampaikan namun terganjal sesuatu. Ini bisa jadi lantaran belum siap menjawab atau materi nya belum sampai sesuai dengan yang diajukan. Dijamin muka kalian bakal kebingungan. Tapi walau begitu enggak semuanya. Nah, Itulah alasan yang menjadikan gue berceloteh seperti ini. Dalam apapun, baik dalam kategori ‘belajar ilmu hukum’, atau tiba-tiba kalian bisa berkata ‘Kok gue sih?’ lalu jawaban mereka yang bertanya ‘Kan Lu calon sarjana hukum!’ mereka ngomong udah kayak enggak punya beban hidup banget! Hiks wkwk 
Nah loh?!



Nyatanya kumis, bulu hidung dan janggut sampai tak terurus. Dibiarkanya menjalar bebas. Udah kayak akar pohon beringin. Ini mikirin apa coba sampai buat rawat diri sendiri saja enggak sempet. Bahkan sampai urusan soal cinta tak dihiraukan! Eh, dihiraukan atau tak dihiraukan ya? Ah makna kayak gini saja tidak tahu, yang bener ‘tak dihiraukan!’ Tapi Mahasiwa Hukum yang  hatinya berjiwa sastra ini sangat amat detil perihal makna, arti dan kandungan kata (masuknya anak sastra). Justru perihal akademisnya malah tidak terlalu minat. Kok jadi bahas lain sih? ganti-ganti! Ya begitulah kalo anak hukum! saking rumitnya. Dan Seperti inilah beratnya menjadi anak hukum.

Buku-buku dihitung perkilo.

Selama beberapa semester awal ini setelah dijalani ada pertanyaan yang sangat kuat ‘Kenapa buku-buku Mahasiswa Hukum itu tebal-tebal?’ dihitung bukan lagi perlembar melainkan perkilo. Dosen atau tutor saja hanya menjelaskan intisari sedangkan satu buku dengan tebal kurang lebih lima sentimeter dibaca dan dipahami sendiri. Mampus! Haha... mohon bersabar sebagai mahasiswa hukum. FYI, membaca dan memahami buku-buku mahasiswa hukum berbeda dengan membaca buku favorit kalian. Kalo ini seperti kita minum obat, suka-enggak-suka kita harus minum. Bukan semoga cepet sembuh, melainkan semoga kalian paham apa yang dibaca. Wkwk

Super duper nguantuk!

Masih sama perihal buku. Coba deh perhatikan bahasa tulisan materi yang digunakan. Amboiii... kalian bakalan ngerasain kayak udah begadang di jam dua pagi. Nah kayak gitu rasanya. Selain itu kebanyakan mengambil istilah asing dari belanda (karena memang Hukum yang ada di Indonesia merupakan warisan dan mengakar pada negara penjajah, yaitu, Belanda.) dan juga UU kita menggunakan bahas baku.

Apalagi kalo dosenya sedang menjelaskan dan memaparkan. Selamat memperhatikan dengan seksama deh. Maksudnya, kalo enggak memperhatikan, kalian enggak paham, brew! Hiks! Jangan lupa berjibagu dengan hafalan semua Undang-Undang (lama-lama ditinggal tidur wkwk)

Lo kan calon Sarjana Hukum.

Baiklah, untuk paragraf terakhir sebagai anak hukum saya akan menjawab pertanyaan yang mereka ajukan. Kebetulan saya masih ingat dalam catatan di memori saya (berkat sering ngapalin undang-undang, otak jadi encer).

Ada salah satu temen saya yang bertanya, tapi menurut saya ini hanya lelucon tapi tidak apa-apa saya jawab, ini pertanyaanya ‘’Bagaimana hukumnya jika mengambil istri sah orang, fi?” dia langsung ketawa...

Jawaban awal saya, gebukin aja coy...!!! *ketawa rame-rame* enggak! becanda! Jawaban sebagai anak hukum begini eghem!; temanku, itu masuk ke dalam hukum perkawinan yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia, namun dalam perjalananya, apa yang teman saya maksud mungkin karena terjadi perselingkuhan. Dan jika perselingkuhannya menjurus ke perzinaan maka dapat dilaporkan ke polisi atas dasar pasal 284 KUHP (kitab undang-undang hukum pidana) dengan ketentuan harus ada pengaduan dari pihak yang dirugikan (suami/istri).

Lain lagi hukumnya yang ditanyakan oleh teman saya yang lain, tentang aturan main game ludo. Saat bermain mereka kehabisan waktu sedangkan mereka tidak ada satupun yang berhasil finish, jadi tidak ada pemenang. Kalo itu saya tidak bisa jawab. Soalnya yang main kalian sedangkan saya tidak main. Jadi saya tidak tahu menahu. Biar gampang mending hompipah. Hiks!

Lalu ada lagi ketika kakak saya hendak menjual tanah, lalu bertanya dengan saya bagaimana cara prosesi jual beli tanah. Lagi-lagi hanya karena saya sebagai anak hukum, dengan iklash saya jawab;

Eghem, bentar minum dulu biar enak ngejalasin nya. Saya singkat saja jawabnya sebagai berikut;

Anggap saja dalam prosesi jual beli tanah ini sudah memiliki sertifikat dan akta tanah tidak dalam perselisihan/bermasalah. Dalam jual beli tanah kedua belah pihak mendatangi ke kantor PPAT yang berwenang membuat akta tanah mengenai tanah yang hendak dijual. Kedua belah pihak juga harus memenuhi ketentuan dan persyaratan. Lalu yang terpenting adalah data dari tanah yang hendak dijual teruntuk penjual tanah, minimal datanya adalah Asli PBB 5 tahun terahir dan bukti setoran, asli sertifikat tanah. Kedua itu wajib ada. Masih ada yang lain tetapi sifatnya hanya opsional saja. Lalu terpenting adalah data kedua belah pihak.

Jika sudah, dilakukan keaslihan dan keabsahan sertifikat tanah pada Kantor Pertanahan yang berwenang dan melunasi pajak jual-beli atas tanah dan bangunan tesebut. Baru semua data diserahkan ke PPAT, seperti sertifikat tanah dan surat bukti pembayaran pendaftaran jual beli yang diadakan. Jika sudah PPAT membuat akta jual jual-beli tanah dengan dihadiri dua orang saksi. Akta jual-beli tanah beserta sertifikat tanah dan warkah-warkah lain yang diperlukan untuk membuat akta, oleh PPAT diserahkan ke Kantor Pertanahan. Apabila beres semua maka langkah selanjutnya pendaftaran jual-beli dalam buku tanah yang bersangutan dan pencoretan nama penjual dan pencantuman nama pembeli dalam sertifikat.

Duh... paham enggak? Ya pokoknya gitu ya. Memang nyatanya rumit dalam administrasi pertanahan. Apalagi soal jual-beli tanah. Ya begitulah jawaban saya sebagi anak hukum yang tingkatnya masih dalam taraf belajar juga. Maklum dalam penyampaian masih kurang rapih. Wkwk sekian!

Setelah ini jangan takut untuk menjadi anak hukum. santai aja kali karena,
Inget yak!!?

#Sebuah bilik pertapaan| Dicatatkan akibat kekesalan terhadap buku-buku yang tebalnya minta ampun| ditemani lagunya Ada Band-Nyawa Hidup

Comments

Popular posts from this blog

Tresno Joyo

Ringkas Saja Ngomongin Proses Pembuatan Film

Cerita Kalabahu 41: Lantangkan Suara