23 Tahun dan Segala Sekelumitnya


Lilin 23 tahun. Sumber; Google



Kehidupan 

Dapet kado dompet levis berwarna coklat dan alat penyimpanan data, sebagai pertanda umur saya menginjak 23 tahun ini. Menurutmu jika ditanya bagaimana kesanya menginjak umur 23 tahun itu apa jawabanmu? Hayo? Tapi silakan, nanti kalo ketemu saya bisa cerita langsung sambil menikmati perbincangan kangen atau menikmati sesuatu yang hangat dengan kepulan minuman bersamaan hidangan yang sedap. Tapi bagi saya sendiri, pertama, akan sadarnya sekarang saja, bahwa usia saya sudah menginjak dua dasawarsa lebih. Perjalanan hidup tak terasa memakan waktu yang telah mengikis perlahan-lahan usia saya. Dengan kesadaranya, menurut saya akan memikirkan dan mempertimbangkan banyak hal kedepan, membuat rencana-rencana yang lebih baik dan terarah tentunya; juga yang telah terlewati dan berhasil mengambil hikmah serta pelajaran sebagai pengetahuan ilmu kehidupan, rasanya cukup berterimakasih akan kesadaran yang ada. Ohya, sebelumnya saya berterima kasih kepada pemberi kado yang orangnya amat cantik pada hari itu ketika pemberianya disebuah tempat makan. Orang nya gendut dan agak manjaan. Uh!

Pada artikel yang pernah saya baca, umur yang saya tidak rayakan dengan apapun kecuali hanya makan ayam geprek bersama anak gendut tadi, dengan tingkat pedes level satu itu— mata saya sudah menemukan kata ‘dewasa’, tapi setelah saya baca kelanjutanya, bahwa umur 23 tidak termasuk atau belum-benar dewasa. Saya sedikit lega, sebab, saya termasuk orang yang masih jauh dari kata ‘dewasa’. Misalkan saja, saya masih suka salah ambil keputusan. 
Keputusan bukan perkara kecil, lho. Salah salah bisa berdampak signifikan pada kehidupan sendiri. Kalo sudah salah ujung-ujungnya suka, ‘Ah, tadinya engga usah gitu’, ‘Kok kenapa engga itu dulu’, ‘Yah, harusnya ini.’ Walhasil tinggal gerutu dan penyesalan. Jadi memang perlu pertimbangan yang masak-masak.

Sepertinya 23 tahun ini, Saya lebih perpegang pada realistis daripada idealis. Kenyataan-kenyataan yang ada dan apa yang sesuai dengan segala kemampuan bahwa diusia sekarang ini mesti realistis. Pencapaian sekarang, ya, sekarang. Saya punyanya ini, ya, ini. Segala kemauan dan keinginan dalam pencapain yang saya usahakan tidak jauh dari batas kemampuan saya sendiri. Kalaupun masih diusahakan untuk mencapainya tetap harus perpegang teguh pada kenyataan yang ada. Usaha, bekerja keras, mau belajar, doa dan yakin, bisa jadi realitas dari mimpi-mimpi yang saya mau capai.
Ada perjalan hidup yang saya alami untuk diusia sekarang ini. Memang jika dicocokan dari saran-saran teman atau dari sumber referensi yang ada. Kemudian saya bandingkan ternyata benar juga. Pertama, apa yang saya tidak sukai tidak akan saya lakukan. Ini penting sekali ternyata, karena menyangkut kata hati, bukan sebab, misal, tidak enak, atau risih.
Kedua, belajar mengatakan ‘tidak’. Kata itu ternyata adalah bagian dari hak dan juga asas terbesar yang saya miliki. Saya bisa mulai menggunakan kata itu untuk hal-hal yang bisa menghindarkan saya dari sesuatu yang tidak baik atau pilihan pilihan yang tidak memihak kepada saya. Juga paling tidak untuk memikirkan dan pertimbangkan dulu. Dan nomor-nomor kehidupan lain yang tidak saya sebutkan. 

 Karir dan pendidikan

Untuk satu ini, saya biasanya berdasarkan pada pencapaian tiap tahun. Untuk pencapaian di tahun 2019 ini dan tepat dibulan juni, usia 23 tahun kemarin, saya membandingkanya sebagai penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Tetapi saya masih bersyukur dengan segala hasil yang ada sekarang ini. Tapi yang jelas, saat ini, konsentrasi utama saya bukan terletak pada ini melainkan terbagi dengan usaha (jualan) dan pendidikan. Saya sempat buka usaha rintisian dulu, tapi sekarang sudah saya serahkan ke orang tua buat penghasilanya mereka. Jadi saya sudah lepas tangan soal itu. Anggap saja saya belum memiliki usaha apa-apa dan belajar memulainya lagi.

Kegiatan sekarang tetap dilakukan, apapun saya lakukan, baik bekerja maupun usaha (jualan) tetapi tidak melalaikan pendidikan. Kalo bisa berjalanan seiringan. Pada surat kabar Kompas terbitan hari kamis, 03 juli 2019, di Rubrik ‘sosok’, saya dapati seorang sosok yang menginspirasi Yakni, mantan asissten pelatih timnas nasional, siapa itu, saya lupa namanya. Ah, Timon Scheunemann! Kelahiran dari Kota kediri yang memiliki darah Jerman, pokoknya itulah. Sosok itulah yang salahsatunya menjadi cerita menarik bagi saya. Dia dulu hobinya sepak bola dan sebagai pemain sepak bola. Dari karir sepakbolanya itu dia mendapat beasiswa. Dia tetap bermain sepak bola sebagai karirnya tapi dia juga tetap belajar sebagai mahasiswa. Waktu itu, Timo mendapati pendidikanya melalui jalur beasiswa dan kuliah di Amerika. Kedua-keduanya dia jalani. Bayangin, betapa pentingnya pendidikan bagi mantan Alumni Universitas Brawijaya itu. Setelah berjalan keduanya dan lulus, tanpa diduga, dia cedera dan memutuskan pensiun muda dari sepak bola. Tapi dia tidak kehilangan pekerjaan sebagai pesepak bola. Dia menggunakan latar belakang pendidikanya untuk mengajar di sekolah internasional. 

‘’Kalau saja saat itu saya tidak melanjutkan pendidikan dan saya sudah tidak bermain sepak bola sebagai karirnya, saya mau hidup dari mana.’’ Kutipnya.

saya sendiri terharu,lho, membacanya. Itu sekilas saja kisahnya. Intinya, untuk sekarang ini, bahwa pendidikan tak kalah pentingnya. Paling engga saya tidak tahu kedepanya mau jadi apa, tapi terpenting buat jaga-jaga saja atau alternatif kedepanya.
Disini saya bukanya menjamin bahwa orang pendidikan atau bertitel juga bisa sepenuhnya membuat  kita menjadi sukses atau kaya raya. Kenyatanya emang ada yang gagal dan tidak sesuai harapan. Tapi berusaha terbaik untuk kehidupan yang lebih baik. Soal nantinya bagaimana hasilnya biar urusan Tuhan. Toh, itu bagian dari jalan rezekinya Tuhan atau soal nasib. Eghem!

Jodoh/pasangan

Untuk pasangan sendiri, saya tak terlalu memikirkan soal itu. Tapi tetap dalam doa memohon diberikan jodoh yang terbaik dari yang terbaik! Asek!!
Ada nasehat yang berkembang dimasyarakat terutama buat kaum lelaki. Dan kebanyakan emang yang ngomong itu kaum emak-emak sih. saya sendiri juga heran, tapi ini beneran bro, Aslik! Mereka sudah berpengalaman, Teruji, dan tidak boleh diabaikan. Kira-kira begini petikan ucapanya

’Ah cah lanang kui rasah golek-golek ngunu (wedo) sek... kono kerjo sing kiyeng ben sugih (utawa sukses). Ngko, dang, tinggal milih dewe kono. Nek ora yo cah wedone sing marani’  Emak-emak, 2017. Gimana? Betul tidak? tapi kembali masing-masing juga sih.

Cukup deh. Ini sepertinya topik yang susah dijelaskan. Sebab setiap pria memiliki pandangan berbeda-beda. Apalagi trend sekarang kan, nikah muda ya? Tapi saya sendiri juga setuju soal itu. Justru baik. Asal segalanya sudah terencana masak dan tidak menjadi penyesalan ujungnya. Teruma persiapan, baik materi atau pengetahuan yang cukup. Gitu saja sih hehe, takut netes wkwk.
Yak, pada sesi terakhir ini saya berdoa untuk saya sendiri dan ucapan terimakasih kepada keluarga, sahabat, teman, terutama kepada Allah SWT. Dan, hufpp! *tiup lilin


#Sambutan paska ulang tahun kelewat 15 hari. sedikit sibuk. Ditemani BTS; Boy With Luv

Comments

Popular posts from this blog

Tresno Joyo

Ringkas Saja Ngomongin Proses Pembuatan Film

Cerita Kalabahu 41: Lantangkan Suara