Catatan Menunggu Satu Jam.
Aku punya waktu 30 menit. Dia mengabarkan akan berangkat
mulai pukul setengah dua dan tiba disini;
di tempat depan gang jalan rumahku, pukul dua. Jadi aku tambahkan
setengah jam lagi. Jadi sekarang saya benar-benar sedang menunggu.
Dia mungkin sedang dandan. Setahuku perempuan memang selalu
dandan ketika hendak kemana. Apalagi dengan perjalanan setengah jam, tentu dia
tidak akan mengecewakan pada siapa yang akan ditemui. Dia kalo sudah dandan
sudah pasti cantik. Apalagi warna ginjunya yang ia pilih, merah samar-samar.
Hanya saja bentuk alisnya agak berantakan seperti jarak kita yang
perlahan-lahan menjauh.
Aku jelas-jelas sedang menunggu. Tapi buatku tidak
serta-merta menunggu hal yang membosankan seperti apa yang pernah aku dengar dari
teman-teman dengan setengah kesal ketika tak kunjung keliatan batang hidungnya.
Disini, ditempat duduku, menanti seseorang yang beberapa minggu ini tidak
bertemu mungkin rasanya sedikit bahagia. Iya, sedikit saja. Jangan terlalu
kebanyakan nanti mabuk. Apaan!
Sebentar, 5 menit lagi menjelang setengah dua. Aku bayangin
ketika dia mulai berangkat. Dia pamitan sama bapak-ibunya. Terus keluar rumah
dengan mengendap-endap jangan sampai ketahuan ponakanya yang masih kecil-kecil.
Nanti kelayu sama bulek minta ikut
dan duduk didepan. Tentu saja dia menolak. ‘’Bulek,
arep maring pemalang...!!, ojo melu! Adoh! Panas!’’ nadanya sedikit tinggi
sampai lupa salim sama ibunya.
Dia mulai memakai sendal jepitnya. Sendal kebesaranya. Meski
rela belang dan sisi kecantikan berkurang, dia paling nyaman pake sendal
bermerek swallow itu. Yah, biarlah, sesuka dia. Kemudian, dia
mulai memakai helm biru langit. Aku kalo melihat helm yang dia pakai serasa
pengen bilang ‘’Helmnya diganti saja,
sudah tidak laik.’’ Kataku berbohong. Meski alasan sejujurnya tidak cocok.
Tapi mau bagaimana lagi, dia sudah nyaman.
‘’Semua orang didunia ini akan tetap bertahan hanya
karena alasan sudah nyaman, bukan?’’ katanya sedikit tertawa. Dia menyadari
sedikit kesoktahuanya tapi aku membenarkan. Meski begitu, ternyata aku bukan
begitu, aku punya alasan lain dalam kenyamananya ternyata aku harus melepaskan
untuk alasan yang tidak aku jelaskan. Sebab perutku sakit sendari tadi. Aku
selesain sajalah ceritaku. Mau cari makan dulu. Kira-kira begitulah,
sampai ternyata dia sudah tiba ditempat
yang aku tunggu.
Selamat menyantap makan siang. Mari makan?
*Skip* Kisah pertemuan dirahasiakan *skip*
#Makan donat dua biji; Varian coklat meses sama gula; dengan
perasaan setengah menyesal dan resah. Aw!
Comments
Post a Comment