Kata Lelaki Pada Suatu Waktu





Terbuat dari apa aku ini? Aku, seorang Lelaki yang pada malam ini gagal untuk memutuskan cinta. Habis bagaimana bisa saya tega membuat nafas jadi berat, dalam tubuh gadis disana dominan suara detak jantung, kaki dan tangan bergetar, katanya. Bagaimana bisa rumah sudah bersolek dengan warna hijau saya melihat terakhir minggu lalu harus dibiarkan sia-sia. Bagaimana perasaan ibu dan bapaknya yang sudah rentan harus jantungan atau minimal stroke hanya sekedar mendengar kabar kita. Nurani aku terpanggil, maka aku harus berlapang kembali untuk memaafkan dan menerima lagi.


“ Ini teakhir, “ kataku via telepon.


Tidak seberapa masalahnya, tapi dalam berhubungan sekecil apapun adalah pemicu pertengkaran: lalu keduanya sama-sama saling menjelaskan. Ada yang tersakiti dan menyakiti. Lalu keduanya menangis. Hujan turun. Basah. Persis seperti sinetron ftv kacangan.

Tidak, tidak, kita tidak seperti itu. Kita elegant, bermoral dan terkesan santun. Aku mengatakan kecewa tapi tidak marah. Semula aku diam selama berhari-hari kemudian bertemu penjelasan pada ruang chattingan.


“Aku capek,” balasku akhirnya.


Aku lelaki terbaik yg pernah dia temui, katanya. Aku percaya saja. Dia meminta maaf belasan kali. Bingung harus berbuat apa. Disana mungkin pipinya basah. Sesenggukan barangkali. Tapi engga yakin juga. Sedangkan Aku laki laki, biasa saja. Tidak menangis dan tidak mendramatisir. Tetapi ada satu hal permasalahan disini. Aku bilang sebagai laki laki yang dimaksud, telah mengalami berulang-ulang kali tingkah konyol perempuan gendut itu. Aku pikir tidak berat seharusnya menjaga laki laki seperti aku ini; ganteng tidak, kaya tidak, ah, bukan macam boy digandrungi gadis gadis. Kenapa musti ngikat sekencang tali dibadanku pada pohon ek? 


Akhirnya aku memaafkan. Kalo tidak, resiko semua bisa terjadi. Lagi pula, aku bisa memanfaatkan si gendut untuk terus mendorong hari hariku. Hal lain selain Tuhan, dia orang nomor dua dari cerita kenyataanku. Tahu tidak, bahwa dewasa ini menjadi berat. Butuh sekedar bertukar pikiran dan jalan keluar. Aku suka dia dewasa, pandanganya bagus, suaranya seolah olah nasehat dari ibuku. Aku tidak pernah mengatakan begitu, sengaja, nanti dia geer. Rupanya memang dia pengertian, tidak pernah mengeluh minta perhatian, padahal aku sok-sokan sibuk. Aku suka itu.

Aku juga tak jadi putusin dia. Ya itu tadi. Tapi aku bilang ini kesempatan terakhir, sekali capek, ya, capek. Silakan menemukan jalan bersama yang lain. Sekedar pengulangan saja, tapi ya serius. Ya sudah, aku juga lagi benar benar capek, butuh istirahat.


#Menjelang terbit pada akhir Oktober 2020, aku sendiri tanpa sengaja bercerita. Untukmu, dari Lelakimu. Ululululuh haha


Comments

Popular posts from this blog

Tresno Joyo

Ringkas Saja Ngomongin Proses Pembuatan Film

Cerita Kalabahu 41: Lantangkan Suara